SKG: Dari Percetakan hingga Co-Publisher

Mempelajari ilmu manajemen ternyata tidak ada ruginya. Ilmu ini dapat diterapkan di segala sendi. Mulai dari mengelola keluarga, lingkungan RT RW, perusahaan, hingga mengelola sebuah pemerintahan. Ini diakui Denny Indra Sukry saat kami temui di kawasan Montong 57, Ciganjur. “Ternyata semua ilmu manajemen bisa diterapkan di semua bidang. Dasarnya sama: planning, organizing, actuating, dan controlling. Semua polanya sama saja,” ujar Direktur Operasional PT. Sarana Kata Grafika (SKG) tersebut.

Banyak hal dan tantangan baru yang dihadapi Denny ketika mengelola SKG setelah sebelumnya ia berada di redaksi penerbitan selama 8 tahun. “Saya disuruh belajar banyak sama Pak Katno yang sudah menggeluti dunia percetakan selama 30 tahun. Dan dari beliaulah saya banyak tahu tentang produksi percetakan,” ujar pria kelahiran Sumedang, 26 Juni 1981 ini.

SKG sendiri dikelola dengan berbagai kendala saat awal berdiri bulan September tahun 2012. “SKG itu dulunya adalah percetakan juga. Jadi pas kita ambil alih, banyak mesin-mesin yang rusak dan butuh waktu yang lama untuk perbaikan, sementara produksi harus segera jalan,” kata Denny.  Selain itu, sebagian besar karyawan adalah dari perusahaan lama. Sehingga butuh adaptasi ketika menerapkan kebijakan baru.

Layanan SKG sendiri tidak hanya sebatas mencetak buku, tetapi juga media promo lainnya seperti poster, stiker, kalendar, brosur, dan majalah.  Kliennya pun tidak hanya penerbit-penerbit yang berada di lingkup Kelompok Agromedia saja. “Setidaknya 10 persen garapan proyek SKG berasal dari luar,” katanya.

Seiring waktu, SKG berubah perannya menjadi Co-Publisher, yakni sebuah layanan yang memanfaatkan arsip lama di penerbit untuk dicetak ulang kembali. “Kalau di penerbit ini disebut arsip atau limbah karena sudah tidak menghasilkan profit. Tapi bagi Co-Publisher ini adalah bahan produktif untuk mendapatkan keuntungan meski tidak sebesar buku baru”.

Denny menuturkan bahwa siapapun yang menjadi Co-Publisher, biasanya didasari atas permintaan pasar. Targetnya sendiri adalah toko-toko buku tradisional. “Misalnya ada buku di penerbit A tentang beternak itik, dan buku itu sudah tidak ada lagi di pasaran atau sudah tidak terbit lagi. Kita akan minta arsipnya ke penerbit dan membeli hak cetak untuk kita jual,” kata Denny.

Pihaknya juga akan menghubungi penulis buku tersebut sebelum dicetak. “Penulis dan penerbit tanpa melakukan apa-apa sudah mendapatkan fee dari buku yang kita cetak tersebut. Karena buku yang tadinya sudah tidak ada harganya, kita cetak dan akhirnya menjadi bernilai,” tambahnya.  Namun begitu, Denny mengaku bahwa SKG tidak akan fokus lebih jauh sebagai Co-Publisher, “Fokus utama kita tetap di percetakan.”

Saat ditanya harapan SKG ke depan, Denny punya mimpi yang tidak begitu muluk, “Ya, SKG setidaknya biar lebih maju saja. Hehe. Mungkin jika sekarang punya satu percetakan, kita pengen ada lagi cabang di tempat lain. Atau mungkin sekarang mesinnya belum update, kita bisa punya mesin baru lagi untuk menyesuaikan sama kebutuhan.”

Kerja keras, ketekunan, dan kejujuran menjadi modal dasar Denny dalam setiap pekerjaan yang ia lakoni. Setidaknya bisa dilihat dari moto yang selalu ia pegang, “Kalau bicara prinsip, kita harus teguh seperti batu. Kalau bicara masalah gaya hidup, mengalir saja seperti air,” ujarnya menutup obrolan bersama kami.