Soal ejaan dalam bahasa adalah persoalan konsensus, kesepakatan bersama. Misalnya setelah titik itu spasi satu atau dua, itu saja bukan sesuatu tidak bisa digugat, seperti Prancis menggunakan spasi dua. Jadi ejaan bukan suatu yang harus pasti. Demikian ucap Ivan Lanin, dalam pembuka pelatihan bahasa di depan para editor, untuk menyamakan persepsi terkait konsep berbahasa.
Dalam perbincangan awal, ia melanjutkan, apa perbedaan berlubang dengan bolong? Bolong itu lubang sampai tembus. Sementara berlubang tidak tembus. Contohnya kuntilanak itu bolong. Inilah sebagian perbincangan yang sekilas nampak ringan namun penting coba dibuka oleh Ivan Lanin pagi kemarin (15/10/2019) dalam pelatihan bahasa untuk para editor.
Selama lebih kurang 8 jam, sekitar 60 editor dari berbagai penerbit dalam payung Kelompok Agromedia mengikuti pelatihan keterampilan bahasa yang dipandu oleh Ivan Lanin. Bagi para pegiat media sosial, nama Ivan Lanin bukanlah nama yang asing. Pendiri LinguaBahasa ini dikenal banyak berbagi seputar keterampilan berbahasa via Twitter dan Instagram. Ia dipercaya Google Indonesia, sebagai konsultan dan ahli bahasa.
Nah, salah satu alasan mendasar workshop ini digelar, karena Bahasa Indonesia berproses dan mengalami perkembangan yang luar biasa pesat. Meng-update kembali keterampilan bahasa menjadi hal tak terelakkan bagi para pekerja buku, terutama editor. Demikian Tanudi, direktur Visimedia Group dan HRD membuka pelatihan yang digelar di Sabutong, Jl. H. Montong No. 57, Jakarta Selatan.
Ivan menyelipkan informasi bahwa usia bahasa Indonesia belumlah lama. Bahasa Indonesia masih sangat muda dan belum matang. Kongres Bahasa Indonesia pertama, tahun 1926. Proses pembakuan bahasa baru dimulai 1970. Sampai saat kini Bahasa Indonesia mencoba terus berproses menyerap hampir segala unsur dari berbagi bahasa daerah dan asing.
Kembali pada “keresahan”. Setidaknya ada beberapa keresahan atau “sambat” dari para editor kepada Ivan. Isu ini antara lain, bagaimana cara memililh diksi yang tepat, cara efektif membuat sinopsis/blurb yang persuasif, dan penggunaan kalimat lisan dan tulis dalam dialog dan teks.
Ada tip dibahas Ivan soal membuat sinopsis, tulisan pendek untuk bagian belakang buku. Ia menyarankan untuk membiasakan para penulis untuk membuat tulisan abstrak per bab. Sementara dalam pemilihan diksi, editor wajib banyak membaca Thesaurus. Lelaki berkulit putih dan mengenakan kemeja hijau ini membagikan beberapa rujukan tautan online seperti http://tesaurus.kemdikbud.go.id/tematis/ dan PUEBI http://bit.ly/puebi. Selain itu, Ivan menyarankan editor membaca Kamus Sinonim, karya Juaniah H.Matanggui untuk memperkaya pilihan diksi.
Soal penyusunan gaya selingkung, ditanyakan juga oleh Fitria, editor Visimedia. Ivan menjawab dengan satu langkahnya dengan mencatat dan pendokumentasian kasus kata yang lazim muncul secara sirkulir.
Untuk kasus penggunaan kalimat lisan dan tulis dalam dialog dan teks. Ivan menyarankan bahasa dialog lisan, agar lebih nyaman bisa ditulis seperti pelafalan biasa dengan mengacu ejaan yang sudah disepakati.
Pelatihan bahasa ini cukup interaktif dan banyak keresahan dalam berbahasa dari para editor bisa tersampaikan. Nampak dari beragam pertanyaan yang disampaikan setidaknya berjumpa jawaban yang cukup memuasan dari Ivan Lanin. Menurut Zulham Farobi, editor Transmedia Pustaka, adanya pelatihan ini menjawab kerancuan PUEBI yang selama ini dianggap memiliki kekurangan sebagai pedoman penulisan bahasa.
Sementara Tri Prasetyo, mewakili penerbit Gradien, turut mengapresiasi pelatihan bahasa ini. Ia sengaja datang dari Jogjakarta dan tak mau melewatkan kesempatan ini. “Materi yang disampaikan sangat menarik, berbobot, dan bermanfaat. Berasa kuliah lagi sebagai mahasiswa sastra Indonesia. Bedanya, jika di kuliah materi ini harus ditempuh mungkin 6 semester. Sementara kemarin, sudah bisa menjawab hampir semua persoalan yang melingkupi kerja-kerja redaksi penerbit selama ini, ” ucap pria yang akrab dipanggil Tepe.
Dalam pelatihan ini, Ivan mengingatkan kembali bahwa bahasa seperti kita ketahui memiliki tiga fungsi, sebagai alat komunikasi, alat berekspresi, dan sosial. Berbagai kerancuan dan kesalahan tulis hingga kesalahan logika dalam wacana juga dibahas tuntas.
Workshop yang diselenggarakan oleh HRD Kelompok Agromedia ini, diikuti juga oleh desainer, website, dan beberapa awak promosi dari penerbit Wahyumedia Group.
Sementara di luar urusan ejaan baku, diksi, dan gramatikal, editor pun perlu jeli menangkap “selera pasar” pembaca buku dan menemukan naskah baru yang diprediksi akan laku. Hal ini sudah jamak diketahui para pekerja buku dan menjadi tantangan bagi para editor.
Kembali soal bahasa, mari lebih cermat dan teliti dalam menggunakan bahasa Indonesia. Selamat memasuki bulan bahasa dan sastra, guys. Jangan pernah ragu untuk diskusi dan sambat soal bahasa.
*Teks: adib | Foto: dokumentasi management Ivan Lanin